G yakin kalian smw yang ada di sini pasti dh tw soal gempa 9,0 skala richter ama mslh PLTN Fukushima di Jepang. G pengen ngajak kalian smw bwt refleksi lagi dari bencana yang menghantam Jepang itu. Ada yang berani bilang kalau Jepang itu bukan apa-apa? Lihat dulu e-mail di bawah ini. Semoga email di bawah ini bisa membantu untuk membuka mata kita dan menyadari betapa hebat dan sigapnya bangsa Jepang menghadapi bencana. Ayo jadikan "Ganbare" sebagai motto hidup kita!!!!!
-------Original Email-------
Subject :Say YES to GAMBARU!
>From :
Date :Wed Mar 16 11:31:37 Asia/Bangkok 2011
Say YES to GAMBARU!
By Rouli Esther Pasaribu
Terus
terang aja, satu kata yang bener2 bikin muak jiwa raga setelah tiba di
Jepang dua tahun lalu adalah : GAMBARU alias berjuang mati-matian
sampai titik darah penghabisan. Muak abis, sumpah, karena tiap kali
bimbingan sama prof, kata-kata penutup selalu : motto gambattekudasai
(ayo berjuang lebih lagi), taihen dakedo, isshoni gambarimashoo (saya
tau ini sulit, tapi ayo berjuang bersama-sama) , motto motto kenkyuu
shitekudasai (ayo bikin penelitian lebih dan lebih lagi). Sampai gw
rasanya pingin ngomong, apa ngga ada kosa kata lain
selain GAMBARU? apaan kek gitu, yang penting bukan gambaru. Gambaru itu
bukan hanya sekadar berjuang2 cemen gitu2 aja yang kalo males atau ada
banyak rintangan, ya udahlah ya...berhenti aja.
Menurut kamus
bahasa jepang sih, gambaru itu artinya : "doko made mo nintai shite
doryoku suru" (bertahan sampai kemana pun juga dan berusaha
abis-abisan) Gambaru itu sendiri, terdiri dari dua karakter yaitu
karakter "keras" dan "mengencangkan". Jadi image yang bisa didapat dari
paduan karakter ini adalah "mau sesusah apapun itu persoalan yang
dihadapi, kita mesti keras dan terus mengencangkan diri sendiri, agar
kita bisa menang atas persoalan itu" (maksudnya jangan manja, tapi
anggap semua persoalan itu adalah sebuah kewajaran dalam hidup, namanya
hidup emang pada dasarnya susah, jadi jangan ngarep gampang, persoalan
hidup hanya bisa dihadapi dengan gambaru, titik.).
Terus
terang aja, dua tahun gw di jepang, dua tahun juga gw ngga ngerti,
kenapa orang2 jepang ini menjadikan gambaru sebagai falsafah hidupnya.
Bahkan anak umur 3 tahun kayak Joanna pun udah disuruh gambaru di
sekolahnya, kayak pake baju di musim dingin mesti yang tipis2 biar ngga
manja terhadap cuaca dingin, di dalam sekolah ngga boleh pakai kaos
kaki karena kalo telapak kaki langsung kena lantai itu baik untuk
kesehatan, sakit2 dikit cuma ingus meler2 atau demam 37 derajat mah
ngga usah bolos sekolah, tetap dihimbau masuk dari pagi sampai sore,
dengan alasan, anak akan kuat menghadapi penyakit jika ia melawan
penyakitnya itu sendiri. Akibatnya, kalo naik sepeda di tanjakan sambil
bonceng Joanna, dan gw ngos2an kecapean, otomatis Joanna ngomong :
Mama, gambare! mama faitoooo! (mama ayo berjuang, mama ayo
fight!). Pokoknya jangan manja sama masalah deh, gambaru sampe titik
darah penghabisan it's a must!
Gw bener2 baru mulai sedikit mengerti mengapa gambaru ini penting banget dalam hidup, adalah setelah terjadi tsunami dan gempa bumi dengan kekuatan 9.0 di jepang bagian timur. Gw tau, bencana alam di indonesia sepertitsunami di aceh,
nias dan sekitarnya, gempa bumi di padang, letusan gunung
merapi....juga bukanlah hal yang gampang untuk dihadapi. Tapi, tsunami
dan gempa bumi di jepang kali ini, jauuuuuh lebih parah dari semuanya
itu. Bahkan, ini adalah gempa bumi dan tsunami terparah dan terbesar di
dunia. Wajaaaaaaar banget kalo kemudian pemerintah dan masyarakat
jepang panik kebingungan karena bencana ini. Wajaaaaar banget kalo
mereka kemudian mulai ngerasa galau, nangis2, ga tau mesti
ngapain. Bahkan untuk skala bencana sebesar ini, rasanya bisa
"dimaafkan" jika stasiun-stasiun TV memasang sedikit musik latar ala
lagu-lagu ebiet dan membuat video kliptangisan
anak negeri yang berisi wajah-wajah korban bencana yang penuh kepiluan
dan tatapan kosong tak punya harapan. Bagaimana tidak, tsunami dan
gempa bumi ini benar-benar menyapu habis seluruh kehidupan yang mereka
miliki. Sangat wajar jika kemudian mereka tidak punya harapan. Tapi apa
yang terjadi pasca bencana mengerikan ini? Dari hari pertama bencana,
gw nyetel TV dan nungguin lagu-lagu ala ebiet diputar di stasiun
TV. Nyari-nyari juga di mana rekening dompet bencana alam. Video klip
tangisan anak negeri juga gw tunggu2in. Tiga unsur itu (lagu ala ebiet,
rekening dompet bencana, video klip tangisan anak negeri), sama sekali
ngga disiarkan di TV. Jadi yang ada apaan dong? Ini yang gw lihat di
stasiun2 TV :
1. Peringatan pemerintah agar setiap warga tetap waspada
2.
Himbauan pemerintah agar seluruh warga jepang bahu membahu menghadapi
bencana (termasuk permintaan untuk menghemat listrik agar warga di
wilayah tokyo dan tohoku ngga lama-lama terkena mati lampu)
3. Permintaan maaf dari pemerintah karena terpaksa harus melakukan pemadaman listrik terencana
4. Tips-tips menghadapi bencana alam
5. nomor telepon call centre bencana alam yang bisa dihubungi 24 jam
6. Pengiriman tim SAR dari setiap perfektur menuju daerah-daerah yang terkena bencana
7. Potret warga
dan pemerintah yang bahu membahu menyelamatkan warga yang terkena
bencana (sumpah sigap banget, nyawa di jepang benar-benar bernilai
banget harganya)
8. Pengobaran semangat dari pemerintah yang
dibawakan dengan gaya tenang dan tidak emosional : mari berjuang
sama-sama menghadapi bencana, mari kita hadapi (government official
pake kata norikoeru, yang kalo diterjemahkan secara harafiah : menaiki
dan melewati) dengan sepenuh hati
9. Potret para warga yang terkena bencana, yang saling menyemangati :
*ada
yang nyari istrinya, belum ketemu2, mukanya udah galau banget, tapi
tetap tenang dan ngga emosional, disemangati nenek2 yang ada di tempat
pengungsian : gambatte sagasoo! kitto mitsukaru kara. Akiramenai de
(ayo kita berjuang cari istri kamu. Pasti ketemu. Jangan menyerah)
*Tulisan
di twitter : ini gempa terbesar sepanjang sejarah. Karena itu, kita
mesti memberikan usaha dan cinta terbesar untuk dapat melewati bencana
ini; Gelap sekali di Sendai, lalu ada satu titik bintang terlihat
terang. Itu bintang yang sangat indah. Warga Sendai, lihatlah ke atas.
Sebagai
orang Indonesia yang tidak pernah melihat cara penanganan bencana ala
gambaru kayak gini, gw bener-bener merasa malu dan di saat yang
bersamaan : kagum dan hormat banget sama warga dan pemerintah
Jepang. Ini negeri yang luar biasa, negeri yang sumber daya alamnya
terbatas banget, negeri yang alamnya keras, tapi bisa maju luar biasa
dan punya mental sekuat baja, karena : falsafah gambaru-nya itu. Bisa dibilang,
orang-orang jepang ini ngga punya apa-apa selain GAMBARU. Dan, gambaru
udah lebih dari cukup untuk menghadapi segala persoalan dalam
hidup. Bener banget, kita mesti berdoa, kita mesti pasrah sama
Tuhan. Hanya, mental yang apa-apa "nyalahin" Tuhan, bilang2 ini semua
kehendakNya, Tuhan marah pada umatNya, Tuhan marah melalui alam maka
tanyalah pada rumput yang bergoyang... ..I guarantee you 100 percent,
selama masih mental ini yang berdiam di dalam diri kita, sampai kiamat
sekalipun, gw rasa bangsa kita ngga akan bisa maju. Kalau ditilik lebih
jauh, "menyalahkan" Tuhan atas semua bencana dan persoalan hidup,
sebenarnya adalah kata lain dari ngga berani bertanggungjawab terhadap
hidup yang dianugerahkan Sang Pemilik Hidup. Jika diperjelas lagi, ngga
berani bertanggungjawab itu maksudnya : lari dari masalah, ngga mau
ngadepin masalah, main salah2an, ngga mau berjuang dan baru ketemu
sedikit rintangan aja udah nangis manja.
Kira-kira
setahun yang lalu, ada sanak keluarga yang mempertanyakan, untuk apa gw
menuntut ilmu di Jepang. Ngapain ke Jepang, ngga ada gunanya, kalo mau
S2 atau S3 mah, ya di eropa atau amerika sekalian, kalo di Jepang mah
nanggung. Begitulah kata beliau. Sempat terpikir juga akan perkataannya
itu, iya ya, kalo mau go international ya mestinya ke amrik atau eropa
sekalian, bukannya jepang ini. Toh sama-sama asia, negeri kecil pula
dan kalo ga bisa bahasa jepang, ngga akan bisa survive di sini. Sampai
sempat nyesal juga,kenapa gw ngedaleminnya sastra jepang dan bukan
sastra inggris atau sastra barat lainnya. Tapi sekarang, gw bisa bilang
dengan yakin sama sanak keluarga yang menyatakan ngga ada gunanya gw
nuntut ilmu di jepang. Pernyataan beliau adalah salah
sepenuhnya. Mental gambaru itu yang paling megang adalah jepang. Dan
menjadikan mental gambaru sebagai way of life adalah lebih berharga
daripada go international dan sejenisnya itu. Benar, sastra jepang,
gender dan sejenisnya itu, bisa dipelajari di mana saja. Tapi, semangat
juang dan mental untuk tetap berjuang abis-abisan biar udah ngga ada
jalan, gw rasa, salah satu tempat yang ideal untuk memahami semua itu
adalah di jepang. Dan gw bersyukur ada di sini, saat ini. Maka, mulai
hari ini, jika gw mendengar kata gambaru, entah di kampus, di mall, di
iklan-iklan TV, di supermarket, di sekolahnya joanna atau di mana pun
itu, gw tidak akan lagi merasa muak jiwa raga.
Sebaliknya,
gw akan berucap dengan rendah hati : Indonesia jin no watashi ni
gambaru no seishin to imi wo oshietekudasatte, kokoro kara kansha
itashimasu. Nihon jin no minasan no yoo ni, gambaru seishin wo mi ni
tsukeraremasu yoo ni, hibi gambatteikitai to omoimasu. (Saya ucapkan
terima kasih dari dasar hati saya karena telah mengajarkan arti dan
mental gambaru bagi saya, seorang Indonesia. Saya akan berjuang tiap
hari, agar mental gambaru merasuk dalam diri saya, seperti kalian
semuanya, orang-orang Jepang).
Say YES to GAMBARU!
Semoga tetap semangat terus saling bahu membahu..
Institut Teknologi Bandung